Bertubi-tubi
tantangan yang datang menghampiri Randi semenjak ia dapanggil sang Khalik. Pergaulannya
yang bebas di masyarakat luas, semenjak SMP ,membuat hatinya tertekan. Apa yang
harus ia pilih: “Jubah putih atau Chatrin, sang kekasihya.
Detik demi
detik, menit-menit demi menit hingga hari demi hari berlalu. Tak disadari sudah
setengah tahun Randi telah mencoba menjawabi panggilan hidupnya di taman idaman
SESADO Hokeng. Kini tiba saatnya liburan Natal. Bersama teman-temannya, Randi
mengambil langkah ke pintu utama SESADO Hokeng. Langkah demi langkah diambil
Randi. Tak sadar kini Randi telah selangkah melangkah menginjak tanah
kelahirannya yang situasinya sudah berbeda di mana tanah biasanya subur kini
mnjadi gersang.
Beberapa
saat setiba di gubuknya, Randi mencoba
untuk melepaskan rasa lelah di atas tempat tidurnya. Tak lama kemudian, dari
depan rumah terdengar bunyi ketukan pintu . “Hallo...”, dengan mata belalak
Catrin memberi salam. Perasaannya di dalam pasti ada Randi pacar lamanya. “iyaaaa...
dengan siapa?” balas Randi dari dalam kamarnya. Tidak seperti biasanya, repons yang
Randi bisikan ketika si Catrin, pacarnya memanggil. Meskipun belum melihat muka
siapa di depan rumahnya, perasaannya sudah lebih dulu mengenal suara itu. Itu
pasti Cartrin, kata suara kecilnya sambil mengambil melangkah ke arah datangnya
suara tadi.
Perasaan
catrin tidak jauh bedanya juga dengan perasaan pacar lamanya itu. Dengan suara
yang didengarnya dari dalam rumah itu, dalam hati ia berguman “itu pasti suara
Randi”. Biarpun jarak dan waktu yang memisahkan mereka, tetapi perasaan mereka
masih tetap bersama. Dengan segera, Catrin tanpa menunggu lama lagi, Catrin
langsung membuka pintu yang tadinya tertutup setengah rapat.
“Randi...”
teriaknya bak anak yang baru yang lama ditinggal ibunya, sebuah teriakan yang
muncul dari kedalaman nubari karena takut aka kehilangan Randi. Begitu pintu
terbuka dalam sekejap keduang tangaan halus Catrin ia langsung merangkul mesrah
kekasih lamanya itu.
“Oh
Catrin...dari mana kamu tahu bahwa aku sudah datang?” tanya Randi sambil mencoba melepaskan diri
dari pelukan Catrin.
“Eh,
silahkan masuk Trin”. Tambah Randi dengan
wajahnya yang luguh. Randi mengajak Catrin masuk. “Silahkan duduk!” sambungnya.
Melihat
wajah Randi yang begitu luguh, tidak seperti masa-masa di SMP, Catrin menatap
Randi penuh keheranan. “Randi yang sekarang tidak seperti Randi yang dulu lagi”
demikian bisikan suara cinta dari hati Catrin tanpa suara. Kelihatannya Catrin
sangat jatuh cinta dan takut akan kehilangan sang kekasihnya,Randi
“Rand....!”
“Iya,
ini aku Trin, Randi! Pacar lamamu. Apa ada yang aneh dimuka saya?” tanya Randi
penuh keheranan.
Mendengar
ucapan Randi, Catrin tertunduk cemburu. Pikirnya Randi tidak menerimanya lagi.
Tak terasa, butiran-butirn air mata mulai mengalir membasahi ronah wajah Catrin
yang ayuh. Ia sedih dan takut akan kehilangan Randi, kekasihnya.
“Trin, kenapa
kamu menangis? Kamu sakit?” tanya Randi sambil mengulurkan kedua tangannya
menghapus air mata Catrin yang terus mengalir
bak anak sungai. Sebagai pacar lamanya, Randi begitu perhatian dengan Catrin.
Sejak dulu ia tidak mau melihat Catrin disakiti apalagi sampai menangis.
“Apa
kamu merasa sedih dengan ucapankutadi ? Atau....” tanya Randi terbata-bata, Ia
tidak tahu lagi apa yang harus ia katakan.
“Rand...mengapa
kamu bilang kamu ini pacar lamaku?” ujar Catrin dengan sorot mata memandang
Randi. Ditanya seperti itu Randi hanyaa terdiam membisu, tak tahu harus
menjawab apa. Sikap Randi yang hanya terpaku membuat air mata Catrin semakin
derasa mengalir di pipinya. “Aku ini pacarmu dan selamanya tetap menjadi
milikmu Rand! Masih ingatkan,di hari ulang tahun ku yang ke 16 sebelum engkau
pergi? Di lubuk hati yang terdalam aku masih menyimpan pesanmu padaku. Jangan
pernah berhenti mencintaiku. Bagiku itu adalah kado terbaik buat ulang tahunku
Rand!” ujar Catrin sekali lagi sambil memeluk erat tubuh Randi.
“Trin,
bukan berarti aku akan melupakanmu! Jujur Tin,aku sangat mencintaimu. Hidup
tanpa cinta itu memang benar-benar buta. Tapi cinta itu...” ujar Randi seolah
kehilangan inspirasi untuk melanjutkan kata-katanya.
“Rand!”
Tandasnya. “Jangan pernah katakan cinta itu tidak selamanya selalu dan tetap
bersatu.” Lanjut Catrin.
Sejenak
Randi tak bisa berkata lagi. Ia hanya diam sambil mencoba untuk menahan air mata jatuh di
pipinya. Meski berusaha memperlihatkan wajah tegar. Akhirnya Randi luluh juga,
tetessan-tetesan cairan bening mulai membasahi wajah tampannya. Ia terjatuh
sedih bersama Catrin. Kini Randi hanya mengharapkan agar air matanya dapat memnyampaikan
isi hatinya. “Biarlah air mata ini yang menjawab semuanya ini.....” bisik Randi
sambil menangis.
Hari
semakin senja. Sang raja siang dengan perlahan bergerak ke ufuk barat di mana langit
ronah kemeraha. Tak ada kata, tak ada suara, hanya tangisan yang terus terdengar
dari dalam rumah Randi. Suasana semakin sedih. Randi dan Catrin hanya dapat
menangis sambil berpelukan.
“Tapi
cinta lebih berarti bila kita membuat orang lain bahagia” ujar Randi perlahan mencoba
mengungkapkan isi hatnya.
“Kamu
tahu kan? Aku sudah mencoba untuk melangkah untuk menjawab panggilan Tuhan. Dan
aku tidak bisa lagi untuk kembali karena cintaNya telah mengikat aku.” Tambah Randi
lagi mengungkapkan isi hatinya ketika tangisan Catrin mulai mereda di dalam
pelukannya.
“Kamu
akan sangat menyesal kelak,bila kamu tidak menikmati apa itu cinta yang
sesungguhnya pada masa remaja Mu Ran, tapi sejujurnya aku akan selalu setia
menantimu.” Kata Catrin dengan sedikit egonya.
“Trin,
aku ngerti Trin! Memang aku sangat mencintaimu. Tapi kamu maukan melihatku
bahagia?” tantang Randi yang lebih memilih menekuni panggilan hidupnya daripada
Catrin, kekasihnya. “Oh Tuhan, semoga engkau meluruskan jalanku untuk selalu
berjalan di sampingMu” Demikian batinnya berdoa. Randi tertunduk hening.
“Aku
sangat bahagia, bila aku melihat engkau bahagia Rand...”. Akhirnya Catrin
mengerti juga arti cinta yang sesungguhnya. “Cinta itu lebih berarti bahkan
jauh lebih berarti bila aku merelakan engkau pergi bahagia bersamaNya...” ujar bibir
tulus Catrin mengucapkan kata-kata ini, tetapi hatinya tidak semulus itu. Masih
ada rasa cinta dihatinya. Catrin sekali lagi mau mencoba mendapatkan kekasih
sejatinya, tetapi ia tahu bahwa itu membtuhkan perjuangan yang berat.
“Maafkan
aku Trin, aku terima kritikanmu, jika bagimu aku sekarang menjadi kekasih yang
ego. Memang dulu dan sampai detik ini aku selalu mencintaimu dari segalanya
tapi semenjak aku melangkah menjalani panggilanku, persaanku ia telah
memudarkan cinta kita. Rasanya aku lebih mencintai jubah putihku Trin. Maafkan
aku, maafkan aku Trin. Aku tak bisa bersamamu untuk selamanya.”
“Rand,aku
bingung sama kamu Rand! Aku heran! Kamu lebih mencinta jubah putihmu dari pada
aku. Padahal itu hanya sehelai benang! Rand...” Sambung Catrin dengan tidak
mengerti “JUBAH PUTIH” yang Randi maksudkan itu.
“Jubah
putih itu memang hanya sehelai kain. Tetapi jubah putih yang kumaksudkan ialah
YESUS. Dia yang selalu berada di sampingku. Dia yang telah membentuk aku dalam
kandungan ibuku. Dia yang selalu menopang aku, ketika salib hidupku tak dapat
aku pikul. Dia yang selalu menguatkanku ketika badai menerpaku. TanganNya
selalu menopangku ketika bidukku tak berdaya. Dia selalu di sampingku ketik
gelombang hidup menerjang.” Ujar Randi dengan lantang dengan nada penuh
keyakinan.
“Pergilah
dan kerjarlah cita-cita luhurmu Rand, jadikanlah aku karibmu, berjuanglah sekuat tenaga untuk meraih cita-citamu Rand.
Jika engkau bahagia, disaat itu aku pun selalu akan bahagia bersamamu. Aku
berat untuk melepaskanmu Rand, tapi aku lebih ingin melihat engkau bahagia.
Jadikanlah aku sahabat karibmu untuk mengejar jubah putihmu itu. Dia yang
selalu bersamamu.” Balas Catrin yang nampaknya sudah bisa melupakanmu Randi.
“Terima
kasih Trin, engkau mengerti perasaanku. Berikan aku kekuatan supaya kelak, kau
dan aku selalu bahagia d idalam Dia yang ialah jubah putihku.” Ujar Randi
perlahan sambil memeluk mantannya yang kini telah menjadi sahabtanya,
pendukung, penyemangat dan pendoa meraih impian dan cita-cita.
Cinta
itu tidak selamanya saling memiliki tetapi cinta itu harus membuat orang lain
bahagia. Cinta itu tulus.
Kini
pelukan Randi dan Catrin semakin erat. Mereka diam membisu diiringi tetesan air
mata. Jadilah cinta kita sebagai pembawa kebahagiaan dalam aku kau dan “DIA”.
THE END
Oleh: Philipus Seng Tenhanawang
Kelas: X MIPA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar