Jumat, 24 Oktober 2014

Tuhan Pasti Buka Jalan



Tuhan Pasti Buka Jalan
Memulai sesuatu yang baru acapkali membuat kita cemas, gelisah dan bahkan kita juga menjadi takut. Rasa cemas dan gelisah seringkali muncul dan menghampiri setiap kita karena takut gagal, takut nanti tidak berhasil, atau takut apa yang direncanakan tidak saja merugikan diri sendiri tetapi juga orang lain.  Itulah mengapa ketika hendak memulai sesuatu yang baru orang selalu memotivasi kita dengan kata-kata atau kalimat seperti ini:  “Jangan takut memulai sesuatu yang baru” atau “kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda”. Meskipun dimotivasi dengan berbagai bentuk kalimat motivasi yang indah, kalau orang sudah terlanjur dihinggapi rasa takut dan cemas yang ada adalah kegelisahan dan ketakutan tetap akan selalu mewarnai hidupnya.
Hal yang sama terjadi ketika memasuki babak baru dalam siklus kehidupan, baik itu sekolah yang baru, keluarga atau komunitas baru, lingkungan baru dan banyak hal dan situasi batu lain. Ada orang yang mengawali langkahnya dalam situas dan kondisi yang baru dengan kecemasan, kegelisahan dan ketakutan karena melirik pengalaman yang lebih banyak diwarnai dengan kegagalan dalam hidup. Orang menjadi serba cemas dan takut untuk melangkah dalam situasi dan kondisi yang serba baru karena takut pengalaman-pengalaman yang tidak mengenakkan yang pernah terjadi terulang kembali. Situasi dan kondisi yang serba asing seakan menjadi sebuah awal yang penuh dengan ketidakpastian.
 Ada juga orang yang mengawali langkahya dalam situasi dan kondisi yang baru dengan ayunan langkah optismisme dan semangat yang  tinggi, bisa jadi karena dalam pengalamannya ada banyak keberhasilan yang dicapai, ada banyak mimpi dan cita-cita-cita yang berhasil direalisasikan setiap kali masuk dan bergabung dalam situasi kondisi yang baru. Intinya, lingkungan yang serba baru adalah moment yang luar biasa karena bisa memberikan banyak kesuksesan dalam hidupnya. Orang seperti ini terkadang akan mengawali setiap langkahnya di tempat yang baru dengan sebuah keyakinan bahwa di tempat seperti ini kesusksesan yang telah diperoleh pada tahun yang lalu akan dipertahankan atau malah semakin lebih berkembang. Melirik penglaman di atas menarik untuk melihat dan memkanai kata “takut”itu sendiri.
Mendengar kata “takut”, kita seringkali akan segera mengertikan kata tersebut sebagai sebuah bentuk yang tidak menunjukkan kehebatan. Kata ini seringkali atau bisa dikatakan lebih banyak berkonotasi negatif. Orang yang takut adalah orang yang tidak berani mencoba sesuatu yang baru, saking takutnya, orang menjadi pribadi yang tidak  berkembang. Namun jika dicermati secara seksama disertai sedikit permenungan kita akan menemukan bahwa kata takut tidak selalu berkonotasi negatif. Kata takut bisa juga menjadi cambuk yang senantiasa menjadikan seseorang semakin waspada. Dengan takut, orang akan senantiasa berusaha untuk sekuat tenaga mengusahakan dan memperjuangkan apa yang dicta-citakannya agar berhasil. “Ketakutan” dalam artian ini akan membawa orang pada suatu sikap mawas diri dan kewaspadaan yang tinggi.
Beberapa hari yang lalu saya dikunjungi salah seorang teman SMA yang kini sedang kuiah di Bandung. Dalam pertemuan tersebut kami banyak sharing tentang perjuangan studi kami selama kuliah. Dia banyak bercerita tentang rencana studinya ke depan, terutama berkaitan dengan penggarapan skripsi. “Saya sudah berhasil mendapatkan seorang dosen pembimbing skripsi, dosen ini sedikit keras karena menuntut mahasiwa bekerja sesuai target” ujarnya kepada  saya mengenai calon dosen pembimbingnya. “Saya kira prinsip dosen ini cocok dengan saya yang suka menunda-nunda pekerjaan. Tuntutan yang dia berikan akan membuat saya takut dan kemudian menjadi terpacuh untuk mengerjakan skripisi” ujarnya menambahkan.
Kisah teman saya ini merupakan salah satu bukti yang memperlihatkan bahwa pengalaman cemas dan takut tidak selalu berkonotasi negatif. Cemas dan takut juga bisa berkonotasi positif karena bisa membawa orang pada sebuah kesadaran untuk senantiasa waspada, tergantung kita melihatnya dari sudut pandang mana. Takut yang berlebihan akan menjadikan kita pribadi yang statis, akibatnya kita tidak pernah berkembang bahkan terkadang kecemasan dan ketatakutan yang berlebihan akan membentuk seseorang menjadi pribadi yang munafik. Tidak ada rasa cemas dan takut juga tidak baik karena akan menjadikan kita pribadi yang serba acuh dan cuek serta enggan berjuang.
“Hidup adalah perjuangan” demikian bunyi pepatah yang mengajak oran untuk senatiasa berjuang. Sebagai insan yang lemah, takut dan cemas merupakan pengalaman manusiawi yang menunjukkan bahwa kita masih merupakan manusia yang memiliki banyak kekurangan yang harus terus diperbaiki sepanjang ziarah hidup kita di dunia ini. Di lain pihak, kecemasan dan ketakutan yang hadir dalam hidup menghantar kita untuk senanantiasa berharap pada Tuhan. Sebagai pengikut Kristus, kita juga harus senantiasa percaya bahwa apa dan bagaimanapun keberadaan kita Tuhan senantiasa memerperhatikan kita. Tuhan tidak akan selalu Hadir dalam setiap perjuanan hidupa kita. Pengalaman Natal yang baru saja kita renungkan yang  mana di situ Yesus mengambil rupa sebagai manusia menjadi bukti yang sahih bagaimana Allah senantiasa hadir bersama kita dalam setiap perjuangan kita di dunia ini.
Dengan demikian, sebagai pengikut Kristus, kecemasan dan ketakutan menghantar kita untuk senantiasa berharap pada Tuhan. Tidak ada lagi kata takut dan cemas bagi kita untuk melangkah di dalam situasi yang serba baru ini, yang ada adalah kata optisme untuk melangkah dengan kepastian karena kita tahu bahwa Tuhan yang kita imani tidak akan membiarkan kita berjalan sendiri. Seperti syair lagi berikut ini : “Kutahu Tuhan pasti buka jalan, kutahu Tuhan pasti buka jalan, asalku hidup suci tidak turut dunia, kuahu Tuhan pasti buka jalan,” kita harus yakin dan percaya  bahwa Tuhan tidak akan membiarkan kita berjalan sendirian, apapun persoalan dan kesulitan yang kita hadapi kita yakin bahwa di sana Tuhan akan senantiasa membuka jalan bagi untuk kita, Dia akan membantu kita mengatasi setiap persoalan hidup yang kita alami.
Linus Ngaba, CSsR

Sajak-Sajak Hendrik Berybe



Sajak-sajak: Hendrik Berybe
SEPERTI SEPI

Seperti sepi
Yang menggelegar dalam kabut pagi
Menggiring hari-hari yang manis
Dalam kepak-kepak burung

Seperti sepi
Yang diam dalam hingar-bingar
Sang waktu
Dengan sejumlah ketermanguan
Hati kita

Seperti sepi
Yang menggelegar dalam sunyi
Aneka suara malam sunyi
Seperti sepi
Yang menggelegar dalam diam
Tetes-tetes embun yang gelisah
Seperti sepi
Yang menggelegar dalam sepinya
Sang Sepi
jiwa kita
(1997)

ADAKAH ENGKAU

Adakah Engkau tetap
Sebuah tanya
Yang menunggu ku
di tapal batas
duniaMu yang semesta
dan tetes bumiku

Dalam getar-getar buana
Kilap mataku bagai
Manik-manik yang pucat

Di pintuMu
Aku mengadu
Sejarahku
(1977)

Selasa, 14 Oktober 2014

PEDIH DALAM SEDIH


Oleh:Theodorus Silvano Kerans  
Langkah kakiku terhenti oleh sebuah foto yang berada di depan kakiku. Di kala itu aku hendak pulang ke rumah ibuku. Aku bingung, sejenak berdiam diri memangdang foto itu. “Siapakah dia?” Tanyaku dalam hati. Segera aku masukkan foto itu kedalam sakuku dan aku hendak meneruskan perjalananku. Di sepanjang perjalananku, aku memandang foto itu untuk kesekian kalinya.
Sesampainya  di rumah, aku terhenti ketika Ibu bertanya kepadaku “Nak dari mana?” “Habis ngamen bu... Ibu ada masak ga? Aku laper banget!” tanyaku. Dengan mimik muka yang bersalah Ibu menjawab “maaf nak ibu ga masak. Hari ini ibu ga dapet uang sama sekali.” “ya udah bu gapapa, aku tadi dapet uang kok pas ngamen, mungkin cukup buat kita makan 1 hari ini.” Ibu pun tersenyum, namun aku tahu sebenarnya Ibu tidak rela kalau aku yang membeli makanan untuk hari ini.
***

Keesokan harinya,pagi-pagi benar aku sudah bangun. Aku membantu Ibu
mencuci baju, dan mengurusi rumah. Setelah semuanya selesai, tiba-tiba ada seorang gadis
yang mungkin seumuranku. Ia memanggilku dari seberang jalan sana, aku menghampirinya
dan bertanya “kenapa kak?” Ia menjawab “Ga usah manggil kak, panggil aja aku Vania. Nama kamu siapa? Aku tetangga barumu looohh!” “Oh kak Vania..eh Vania aku Jordy. Rumah sebesar ini rumahmu? Wah besar banget!” “Iyaaa... oh ya mamamu itu yang kerja di
rumahku kan?” “iyaaaa...” jawabku dengan sedikit malu. “oh ya kapan-kapan kamu main ke rumahku ya...” “Okeeee......” Rasanya perbincangan itu cukup seru, sehingga aku lupa untuk pergi ke sekolah. Dari kejauhan ibuku sudah memanggilku, sehingga aku pamit pulang ke rumah. Sesampainya di rumah aku bertanya kepada Ibu “Bu tadi itu yang rumahnya di sana siapa?” “Itu Vania, dia baru saja pindah dari Australia” jawab Ibu. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 06:45. Aku pun berpamit kepada Ibu untuk pergi ke sekolah.
 Di tengah perjalanan, tiba-tiba ada mobil yang ingin menabrakku. Aku terkejut, mobil itu melaju dengan sangat kencang, sehingga mobil itu tidak sempat berhenti. Dalam mobil itu aku melihat seorang gadis. Ia cantik, putih, dan cukup seksi. Sehingga mukanya selalu ada di benakku. Sesampainya aku di depan pintu gerbang sekolah, pintu gerbang sekolah sudah di tutup. Dari luar aku memanggil Pak Iwan yang bertugas menjaga sekolah waktu itu. “Ah terlambat terus kamu! Udah bajunya kotor banget lagi. Dicuci ga sih ?!” “Ah bapak kayak ga tau saya aja... saya ini kan orang miskin ga mampu. Ya udah pak bukain dulu dong gerbangnya” “Ya udah cepet masuk, sekali lagi kamu terlambat Bapak ga mau buka...” “Iya bawel banget sih”.
Saat aku mau masuk kelas, dari luar aku melihat mobil yang hampir menabrakku tadi. Aku melihat wajah gadis itu, dan ternyata itu dia! Ternyata mobil yang tadi hampir menabrakku adalah mobilnya Gita. Dia adalah gadis tercantik disekolahku. “Hei miskin kalau jalan itu lihat-lihat dong. Untuk mobilku ga lecet!” “Eh Gita kamu yang salah tau ,ya udah deh aku minta maaf.” Aku menjulurkan tanganku kepada Gita. “Iewwhh KAMSEUPAY!” Gita memukul tanganku, lalu dia jalan meninggalkanku. Tiba-tiba lonceng berbunyi dan pelajaran pertama adalah Matematika. Dari kejauhan aku melihat Pak Yoseph dan Bu Mawar datang dengan seorang murid baru. Oh aku tahu itu Vania tetanggaku. “Selamat pagi anak-anak” sapa Bu Mawar selaku kepala sekolahku. “Selamat pagi bu” “Anak-anak hari ini ada murid baru namanya Vania, dia baru saja pindah dari Australia. Ayo Vania duduk dengan siapa saja yang kamu mau.” Perintah Bu Mawar kepada Vania. Ternyata Vania duduk dengan aku, karena kebetulan bangkuku kosong. Dari bangku sebelah, Gita mulai mengolok-olok aku. “Ih Vania jangan duduk sama si KAMSEUPAY, cantik-catik gitu...” Seluruh kelas langsung menertawakan aku. Aku hanya tertunduk malu. Aku lihat Vania cuek duduk bersamaku.
Lonceng tanda pulang sekolahpun berbunyi. Dari kejauhan Pak Iwan memanggilku “Jordy Bu Mawar ada panggil kamu di kantor Kepala Sekolah.” Aku pun langsung beranjak ke ruang Kepala Sekolah. “Tok tok tok” “Ya masuk...” “Ibu ada apa memanggil saya??” sebenarnya aku tahu pasti Bu Mawar membicarakan tentang iuran sekolahku. “Begini Jordy kamu belum bayar uang sekolah sudah 1 tahun. Besok diharapkan kamu datang dengan Ibumu.” “Baik bu.” Aku pun beranjak dari kantor kepala sekolah, dan pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, aku langsung membicarakan hal itu kepada ibuku.
***
Hari ini aku bersama ibuku,pergi ke sekolah. Setelah keluar dari rumah tiba-tiba Vania memanggilku, ”Jordy!” aku lihat Vania dari seberang rumahku, akupun menghampirinya. “Mau pergi ke sekolahkan? Kita bareng-bareng aja... aku juga mau ke sekolah kok” “kamu ga malu ya sama aku? Aku ini kan orang miskin” aku pun tertunduk “malu buat apa? Kita kan sama-sama manusia, ayo udah masuk aja” aku dan ibu pun masuk ke dalam mobilnya Vania. Di dalam mobilnya, Vania bertanya kepada ibuku “ibu tumben antar Jordy ke sekolah?” “Iya Van, Kepala Sekolahnya Jordy ada panggil Ibu soalnya Ibu belum bayar uang sekolah” “Aduh ya ampun bu kasian banget Jordy, nanti aku bilangin papa ya... Soalnya aku liat Jordy anaknya juga pinter kok” “Aduh van ga usah...” Sesampainya di sekolah, aku dan Ibu langsung ke kantornya bu Mawar. “Selamat pagi Bu” sapa Ibuku “Eh Bu Siska masuk bu. Begini bu maksud saya memanggil ibu ke sini karena Ibu belum bayar uang sekolah. Saya liat Jordy itu anak yang pintar, jadi saya beri keringanan Ibu lunaskan bulan depan. Gimana bisa ga bu?” “oh ya bu makasi ya bu” . Di tengah perbincangan,tiba-tiba aku melihat ada seseorang yang mengintip dari jendela kepala sekolah. Aku pun menghampirinya, ternyata itu Vania. “Van ngapain di sini?” “Sssssstttt..diem-diem aja” Vania pun langsung lari meniggalkan aku. Aku pun langsung ijin ke Ibu dan Bu Mawar untuk masuk ke kelas.
Pelajaran pertama adalah Bahasa Indonesia. Ibu Anggi mengadakan kerja kelompok, dan ternyata aku 1 kelompok dengan Vania. Aku dna Vania pun merencakan sehabis pulang sekolah aku langsung ke rumah Vania untuk mengerjakan tugas yang diberikan.
Setelah pulang sekolah, aku dan Vania langsung ke rumahnya. Saat sedang mengerjakan tugas,Vania memegang tanganku. “Van jangan” aku menolaknya “tapi Jordy aku sayang sama kamu” aku hanya diam saja tidak menyangka bahwa Vania menyukaiku. Tak terasa waktu hampir sore, aku berpamitan kepada Vania untuk pulang. Kerja kelompok itu berlangsung selama 2 minggu. Setiap aku belajar sama Vania, aku merasakan ada yang beda di hatiku. Aku merasa malu jika bertemu Vania. Sore itu ketika aku dan Vania ber2.... “Van aku mau ngomong sesuatu” “ngamong apa jor?” Vania tampak kebingungan. “A....a.... aku suka sama kamu, kamu mau ga jadi pacar aku?” Tiba-tiba Vania memelukku dan berkata “aku mau kok Jor”. Saat Vania memelukku aku merasa beda sekali. Aku langsung,mengecup bibirnya. Vania pun membalasnya dengan kecupan yang begitu indah.
***
             Keesokan harinya, di sekolah aku bertemu bersama Gita hal yang sama dilakukan oleh Gita adalah mengolok aku jika aku bertemu dengan nya  “Ih Vania kamu ngapain jalan sama orang miskin kayak dia? pegangan tangan lagi...” “Git sorry ya ini pacar gue, jangan macem-macem sama dia” Aku terkejut Vania berani mengakui bahwa aku adalah pacarnya. “APA VAN ? Lu pacaran sama si miskin ini? Lu udah gila ya? OH MY GOD” Gita pun meninggalkan aku dan Vania.
            Ketika di rumah, aku ingat akan foto yang aku temukan waktu itu. Aku pun hendak bertanya kepada Ibu. “Bu, kira-kira ibu kenal ga sama orang yang ada di foto ini?” sejenak Ibu terdiam “Nak kamu dengar baik-baik ya. Kamu kan udah besar Ibu ingin menceritakan ini kepadamu. Ini adalah bapakmu. Ia sudah lama meninggalkan kita sejak kamu kecil. Karena itu kita hidup susah begini. Dia juga adalah teman baik papanya Vania.” ibu pun menangis “ibu bilang waktu itu bapak udah meninggal. Kalau gitu aku mau cari bapak” aku pun pergi meninggalkan Ibu. Ibu memanggil aku tapi aku hiraukan. Aku tidak tau mau kemana mencari bapak, tapi aku inget kalo ibu bilang bapak adalah teman baik papanya Vania. Aku pun ke rumah nya Vania. Sesampainya aku di sana, aku langsung betemu dengan papanya Vania. Karena kebetulan itu hari libur. “eh Jordy mari masuk, sebentar om panggilin Vania dulu ya” “Eh om ga usah aja, saya ada perlu dengan om. Om kenal bapak saya kan? Bisa ga om anter saya ke bapak saya?” “Jor kamu tau dari mana? Maaf Jor om ga bisa” “om saya minta mohon om tolong antar saya” “baiklah mari ikut om”
            Di sepanjang perjalanan aku memikirkan Ibu, aku merasa bersalah telah meniggalkan dia. Terlihat dari luar, sudah ada penjaga yang menunggu. “tin tin tin” klakson papanya Vania di bunyikan. Langsung ada penjaga yang keluar, “selamat pagi pak” sapa papanya Vania. “Pagi pak, eh Pak Jeremy silahkan masuk”. Satpam itu pun langsung membuka pintu kantor. Saya dan papanya Vania langsung masuk ke ruang papa saya. menurut cerita dari papanya Vania, papaku adalah pendiri utama perusahaan itu. Tiba-tiba aku melihat seorang bapak yang keluar dari ruangan nya, muka nya persis seperti yang ada di foto itu. Tidak salah lagi itu pasti papaku. Aku pun langsung lari memeluknya. Papaku kaget dan bingung “kamu ini Jordy kan anakku?” “PAPA, aku rindu sama papa.” Aku pun menangis. Papa pun begitu. “Jordy, mama di mana?” “mama ada di rumah pa” “mari kita sama-sama,papa udah rindu sama mama.” Aku dan papa pun bergegas ke rumah.
            Setelah sampai di rumah, ternyata mama tidak ada. Aku cari dimana-mana tetap tidak menemukan mama. Aku pun langsung ke kamar mama, ternyata mama sudah tergelatak di bawah lantai. Di samping mama ada sebuah foto. Di dalam foto itu ada aku ketika masih kecil, papa, dan mama. Aku balikan foto itu, terdapat sebuah tulisan “Semoga kamu hidup bahagia dengan papamu” Aku pun kaget dan tidak bisa menahan air mata ku .
           
THE END

Cerpen: JUBAH PUTIH DI BALIK CINTA




Bertubi-tubi tantangan yang datang menghampiri Randi semenjak ia dapanggil sang Khalik. Pergaulannya yang bebas di masyarakat luas, semenjak SMP ,membuat hatinya tertekan. Apa yang harus ia pilih: “Jubah putih atau Chatrin, sang kekasihya.
Detik demi detik, menit-menit demi menit hingga hari demi hari berlalu. Tak disadari sudah setengah tahun Randi telah mencoba menjawabi panggilan hidupnya di taman idaman SESADO Hokeng. Kini tiba saatnya liburan Natal. Bersama teman-temannya, Randi mengambil langkah ke pintu utama SESADO Hokeng. Langkah demi langkah diambil Randi. Tak sadar kini Randi telah selangkah melangkah menginjak tanah kelahirannya yang situasinya sudah berbeda di mana tanah biasanya subur kini mnjadi gersang.
Beberapa saat  setiba di gubuknya, Randi mencoba untuk melepaskan rasa lelah di atas tempat tidurnya. Tak lama kemudian, dari depan rumah terdengar bunyi ketukan pintu . “Hallo...”, dengan mata belalak Catrin memberi salam. Perasaannya di dalam pasti ada Randi pacar lamanya. “iyaaaa... dengan siapa?” balas Randi dari dalam kamarnya. Tidak seperti biasanya, repons yang Randi bisikan ketika si Catrin, pacarnya memanggil. Meskipun belum melihat muka siapa di depan rumahnya, perasaannya sudah lebih dulu mengenal suara itu. Itu pasti Cartrin, kata suara kecilnya sambil mengambil melangkah ke arah datangnya suara tadi.
Perasaan catrin tidak jauh bedanya juga dengan perasaan pacar lamanya itu. Dengan suara yang didengarnya dari dalam rumah itu, dalam hati ia berguman “itu pasti suara Randi”. Biarpun jarak dan waktu yang memisahkan mereka, tetapi perasaan mereka masih tetap bersama. Dengan segera, Catrin tanpa menunggu lama lagi, Catrin langsung membuka pintu yang tadinya tertutup setengah rapat.
“Randi...” teriaknya bak anak yang baru yang lama ditinggal ibunya, sebuah teriakan yang muncul dari kedalaman nubari karena takut aka kehilangan Randi. Begitu pintu terbuka dalam sekejap keduang tangaan halus Catrin ia langsung merangkul mesrah  kekasih lamanya itu.
“Oh Catrin...dari mana kamu tahu bahwa aku sudah datang?”  tanya Randi sambil mencoba melepaskan diri dari pelukan Catrin.
“Eh, silahkan masuk Trin”. Tambah Randi  dengan wajahnya yang luguh. Randi mengajak Catrin masuk. “Silahkan duduk!” sambungnya.
Melihat wajah Randi yang begitu luguh, tidak seperti masa-masa di SMP, Catrin menatap Randi penuh keheranan. “Randi yang sekarang tidak seperti Randi yang dulu lagi” demikian bisikan suara cinta dari hati Catrin tanpa suara. Kelihatannya Catrin sangat jatuh cinta dan takut akan kehilangan sang kekasihnya,Randi
“Rand....!”
“Iya, ini aku Trin, Randi! Pacar lamamu. Apa ada yang aneh dimuka saya?” tanya Randi penuh keheranan.
Mendengar ucapan Randi, Catrin tertunduk cemburu. Pikirnya Randi tidak menerimanya lagi. Tak terasa, butiran-butirn air mata mulai mengalir membasahi ronah wajah Catrin yang ayuh. Ia sedih dan takut akan kehilangan Randi, kekasihnya.
“Trin, kenapa kamu menangis? Kamu sakit?” tanya Randi sambil mengulurkan kedua tangannya menghapus air mata Catrin yang terus  mengalir bak anak sungai. Sebagai pacar lamanya, Randi begitu perhatian dengan Catrin. Sejak dulu ia tidak mau melihat Catrin disakiti apalagi sampai menangis.
“Apa kamu merasa sedih dengan ucapankutadi ? Atau....” tanya Randi terbata-bata, Ia tidak tahu lagi apa yang harus ia katakan.
“Rand...mengapa kamu bilang kamu ini pacar lamaku?” ujar Catrin dengan sorot mata memandang Randi. Ditanya seperti itu Randi hanyaa terdiam membisu, tak tahu harus menjawab apa. Sikap Randi yang hanya terpaku membuat air mata Catrin semakin derasa mengalir di pipinya. “Aku ini pacarmu dan selamanya tetap menjadi milikmu Rand! Masih ingatkan,di hari ulang tahun ku yang ke 16 sebelum engkau pergi? Di lubuk hati yang terdalam aku masih menyimpan pesanmu padaku. Jangan pernah berhenti mencintaiku. Bagiku itu adalah kado terbaik buat ulang tahunku Rand!” ujar Catrin sekali lagi sambil memeluk erat tubuh Randi.
“Trin, bukan berarti aku akan melupakanmu! Jujur Tin,aku sangat mencintaimu. Hidup tanpa cinta itu memang benar-benar buta. Tapi cinta itu...” ujar Randi seolah kehilangan inspirasi untuk melanjutkan kata-katanya.
“Rand!” Tandasnya. “Jangan pernah katakan cinta itu tidak selamanya selalu dan tetap bersatu.” Lanjut Catrin.
Sejenak Randi tak bisa berkata lagi. Ia hanya diam sambil  mencoba untuk menahan air mata jatuh di pipinya. Meski berusaha memperlihatkan wajah tegar. Akhirnya Randi luluh juga, tetessan-tetesan cairan bening mulai membasahi wajah tampannya. Ia terjatuh sedih bersama Catrin. Kini Randi hanya mengharapkan agar air matanya dapat memnyampaikan isi hatinya. “Biarlah air mata ini yang menjawab semuanya ini.....” bisik Randi sambil menangis.
Hari semakin senja. Sang raja siang dengan perlahan bergerak ke ufuk barat di mana langit ronah kemeraha. Tak ada kata, tak ada suara, hanya tangisan yang terus terdengar dari dalam rumah Randi. Suasana semakin sedih. Randi dan Catrin hanya dapat menangis sambil berpelukan.
“Tapi cinta lebih berarti bila kita membuat orang lain bahagia” ujar Randi perlahan mencoba mengungkapkan isi hatnya.
“Kamu tahu kan? Aku sudah mencoba untuk melangkah untuk menjawab panggilan Tuhan. Dan aku tidak bisa lagi untuk kembali karena cintaNya telah mengikat aku.” Tambah Randi lagi mengungkapkan isi hatinya ketika tangisan Catrin mulai mereda di dalam pelukannya.
“Kamu akan sangat menyesal kelak,bila kamu tidak menikmati apa itu cinta yang sesungguhnya pada masa remaja Mu Ran, tapi sejujurnya aku akan selalu setia menantimu.” Kata Catrin dengan sedikit egonya.
“Trin, aku ngerti Trin! Memang aku sangat mencintaimu. Tapi kamu maukan melihatku bahagia?” tantang Randi yang lebih memilih menekuni panggilan hidupnya daripada Catrin, kekasihnya. “Oh Tuhan, semoga engkau meluruskan jalanku untuk selalu berjalan di sampingMu” Demikian batinnya berdoa. Randi tertunduk hening.
“Aku sangat bahagia, bila aku melihat engkau bahagia Rand...”. Akhirnya Catrin mengerti juga arti cinta yang sesungguhnya. “Cinta itu lebih berarti bahkan jauh lebih berarti bila aku merelakan engkau pergi bahagia bersamaNya...” ujar bibir tulus Catrin mengucapkan kata-kata ini, tetapi hatinya tidak semulus itu. Masih ada rasa cinta dihatinya. Catrin sekali lagi mau mencoba mendapatkan kekasih sejatinya, tetapi ia tahu bahwa itu membtuhkan perjuangan yang berat.
“Maafkan aku Trin, aku terima kritikanmu, jika bagimu aku sekarang menjadi kekasih yang ego. Memang dulu dan sampai detik ini aku selalu mencintaimu dari segalanya tapi semenjak aku melangkah menjalani panggilanku, persaanku ia telah memudarkan cinta kita. Rasanya aku lebih mencintai jubah putihku Trin. Maafkan aku, maafkan aku Trin. Aku tak bisa bersamamu untuk selamanya.”
“Rand,aku bingung sama kamu Rand! Aku heran! Kamu lebih mencinta jubah putihmu dari pada aku. Padahal itu hanya sehelai benang! Rand...” Sambung Catrin dengan tidak mengerti “JUBAH PUTIH” yang Randi maksudkan itu.
“Jubah putih itu memang hanya sehelai kain. Tetapi jubah putih yang kumaksudkan ialah YESUS. Dia yang selalu berada di sampingku. Dia yang telah membentuk aku dalam kandungan ibuku. Dia yang selalu menopang aku, ketika salib hidupku tak dapat aku pikul. Dia yang selalu menguatkanku ketika badai menerpaku. TanganNya selalu menopangku ketika bidukku tak berdaya. Dia selalu di sampingku ketik gelombang hidup menerjang.” Ujar Randi dengan lantang dengan nada penuh keyakinan.
“Pergilah dan kerjarlah cita-cita luhurmu Rand, jadikanlah aku karibmu, berjuanglah  sekuat tenaga untuk meraih cita-citamu Rand. Jika engkau bahagia, disaat itu aku pun selalu akan bahagia bersamamu. Aku berat untuk melepaskanmu Rand, tapi aku lebih ingin melihat engkau bahagia. Jadikanlah aku sahabat karibmu untuk mengejar jubah putihmu itu. Dia yang selalu bersamamu.” Balas Catrin yang nampaknya sudah bisa melupakanmu Randi.
“Terima kasih Trin, engkau mengerti perasaanku. Berikan aku kekuatan supaya kelak, kau dan aku selalu bahagia d idalam Dia yang ialah jubah putihku.” Ujar Randi perlahan sambil memeluk mantannya yang kini telah menjadi sahabtanya, pendukung, penyemangat dan pendoa meraih impian dan cita-cita.
Cinta itu tidak selamanya saling memiliki tetapi cinta itu harus membuat orang lain bahagia. Cinta itu tulus.
Kini pelukan Randi dan Catrin semakin erat. Mereka diam membisu diiringi tetesan air mata. Jadilah cinta kita sebagai pembawa kebahagiaan dalam aku kau dan “DIA”.

THE END



Oleh: Philipus Seng Tenhanawang
Kelas: X MIPA