Tuhan Pasti Buka Jalan
Memulai sesuatu yang baru acapkali
membuat kita cemas, gelisah dan bahkan kita juga menjadi takut. Rasa cemas dan
gelisah seringkali muncul dan menghampiri setiap kita karena takut gagal, takut
nanti tidak berhasil, atau takut apa yang direncanakan tidak saja merugikan
diri sendiri tetapi juga orang lain. Itulah
mengapa ketika hendak memulai sesuatu yang baru orang selalu memotivasi kita
dengan kata-kata atau kalimat seperti ini:
“Jangan takut memulai sesuatu yang baru” atau “kegagalan adalah
keberhasilan yang tertunda”. Meskipun dimotivasi dengan berbagai bentuk kalimat
motivasi yang indah, kalau orang sudah terlanjur dihinggapi rasa takut dan cemas
yang ada adalah kegelisahan dan ketakutan tetap akan selalu mewarnai hidupnya.
Hal yang sama terjadi ketika memasuki babak
baru dalam siklus kehidupan, baik itu sekolah yang baru, keluarga atau
komunitas baru, lingkungan baru dan banyak hal dan situasi batu lain. Ada orang
yang mengawali langkahnya dalam situas dan kondisi yang baru dengan kecemasan,
kegelisahan dan ketakutan karena melirik pengalaman yang lebih banyak diwarnai
dengan kegagalan dalam hidup. Orang menjadi serba cemas dan takut untuk
melangkah dalam situasi dan kondisi yang serba baru karena takut pengalaman-pengalaman
yang tidak mengenakkan yang pernah terjadi terulang kembali. Situasi dan
kondisi yang serba asing seakan menjadi sebuah awal yang penuh dengan
ketidakpastian.
Ada juga orang yang mengawali langkahya dalam
situasi dan kondisi yang baru dengan ayunan langkah optismisme dan semangat yang tinggi, bisa jadi karena dalam pengalamannya
ada banyak keberhasilan yang dicapai, ada banyak mimpi dan cita-cita-cita yang
berhasil direalisasikan setiap kali masuk dan bergabung dalam situasi kondisi
yang baru. Intinya, lingkungan yang serba baru adalah moment yang luar biasa
karena bisa memberikan banyak kesuksesan dalam hidupnya. Orang seperti ini
terkadang akan mengawali setiap langkahnya di tempat yang baru dengan sebuah
keyakinan bahwa di tempat seperti ini kesusksesan yang telah diperoleh pada
tahun yang lalu akan dipertahankan atau malah semakin lebih berkembang. Melirik
penglaman di atas menarik untuk melihat dan memkanai kata “takut”itu sendiri.
Mendengar kata “takut”, kita seringkali
akan segera mengertikan kata tersebut sebagai sebuah bentuk yang tidak
menunjukkan kehebatan. Kata ini seringkali atau bisa dikatakan lebih banyak
berkonotasi negatif. Orang yang takut adalah orang yang tidak berani mencoba
sesuatu yang baru, saking takutnya, orang menjadi pribadi yang tidak berkembang. Namun jika dicermati secara
seksama disertai sedikit permenungan kita akan menemukan bahwa kata takut tidak
selalu berkonotasi negatif. Kata takut bisa juga menjadi cambuk yang senantiasa
menjadikan seseorang semakin waspada. Dengan takut, orang akan senantiasa
berusaha untuk sekuat tenaga mengusahakan dan memperjuangkan apa yang
dicta-citakannya agar berhasil. “Ketakutan” dalam artian ini akan membawa orang
pada suatu sikap mawas diri dan kewaspadaan yang tinggi.
Beberapa hari yang lalu saya dikunjungi
salah seorang teman SMA yang kini sedang kuiah di Bandung. Dalam pertemuan
tersebut kami banyak sharing tentang perjuangan studi kami selama kuliah. Dia banyak
bercerita tentang rencana studinya ke depan, terutama berkaitan dengan
penggarapan skripsi. “Saya sudah berhasil mendapatkan seorang dosen pembimbing
skripsi, dosen ini sedikit keras karena menuntut mahasiwa bekerja sesuai
target” ujarnya kepada saya mengenai
calon dosen pembimbingnya. “Saya kira prinsip dosen ini cocok dengan saya yang
suka menunda-nunda pekerjaan. Tuntutan yang dia berikan akan membuat saya takut
dan kemudian menjadi terpacuh untuk mengerjakan skripisi” ujarnya menambahkan.
Kisah teman saya ini merupakan salah satu
bukti yang memperlihatkan bahwa pengalaman cemas dan takut tidak selalu
berkonotasi negatif. Cemas dan takut juga bisa berkonotasi positif karena bisa
membawa orang pada sebuah kesadaran untuk senantiasa waspada, tergantung kita
melihatnya dari sudut pandang mana. Takut yang berlebihan akan menjadikan kita
pribadi yang statis, akibatnya kita tidak pernah berkembang bahkan terkadang kecemasan
dan ketatakutan yang berlebihan akan membentuk seseorang menjadi pribadi yang
munafik. Tidak ada rasa cemas dan takut juga tidak baik karena akan menjadikan
kita pribadi yang serba acuh dan cuek serta enggan berjuang.
“Hidup adalah perjuangan” demikian
bunyi pepatah yang mengajak oran untuk senatiasa berjuang. Sebagai insan yang
lemah, takut dan cemas merupakan pengalaman manusiawi yang menunjukkan bahwa
kita masih merupakan manusia yang memiliki banyak kekurangan yang harus terus
diperbaiki sepanjang ziarah hidup kita di dunia ini. Di lain pihak, kecemasan
dan ketakutan yang hadir dalam hidup menghantar kita untuk senanantiasa
berharap pada Tuhan. Sebagai pengikut Kristus, kita juga harus senantiasa
percaya bahwa apa dan bagaimanapun keberadaan kita Tuhan senantiasa memerperhatikan
kita. Tuhan tidak akan selalu Hadir dalam setiap perjuanan hidupa kita.
Pengalaman Natal yang baru saja kita renungkan yang mana di situ Yesus mengambil rupa sebagai
manusia menjadi bukti yang sahih bagaimana Allah senantiasa hadir bersama kita
dalam setiap perjuangan kita di dunia ini.
Dengan demikian, sebagai pengikut
Kristus, kecemasan dan ketakutan menghantar kita untuk senantiasa berharap pada
Tuhan. Tidak ada lagi kata takut dan cemas bagi kita untuk melangkah di dalam
situasi yang serba baru ini, yang ada adalah kata optisme untuk melangkah
dengan kepastian karena kita tahu bahwa Tuhan yang kita imani tidak akan
membiarkan kita berjalan sendiri. Seperti syair lagi berikut ini : “Kutahu Tuhan pasti buka jalan, kutahu Tuhan
pasti buka jalan, asalku hidup suci tidak turut dunia, kuahu Tuhan pasti buka
jalan,” kita harus yakin dan percaya
bahwa Tuhan tidak akan membiarkan kita berjalan sendirian, apapun
persoalan dan kesulitan yang kita hadapi kita yakin bahwa di sana Tuhan akan
senantiasa membuka jalan bagi untuk kita, Dia akan membantu kita mengatasi
setiap persoalan hidup yang kita alami.
Linus
Ngaba, CSsR