Rabu, 10 September 2014

HIDUP ADALAH PILIHAN

Frater-frater CSsR berpose depan WSP

Hidup adalah sebuah pilihan, tidak memilih sekalipun juga adalah pilihan. Setiap pilihan pasti mengandung konsekwensi.Apapun jalan yang telah kita pilih pasti ada resiko yang akan dihadapi dan harus ditanggung. Demikian juga dengan panggilan ini, sebagai seorang calon imam atau seorang imam sekalipun tidak sedikit resiko dan konsekwensi yang harus dihadapi. Salah satunya dalah siap untuk tidak kawin.  Itulah mengapa para biarawan/ti  dijuluki “Orang gila” atau “tidak waras” karena di tengah zaman yang sudah maju yang mendewakan segala bentuk konsumerisme dan hedonisme masih ada orang tidak atau belum kawin atau hidup berkeluarga. Sejatinya pilihan tersebut melatih dan mengajari kita tentang arti pengorban dan pemberian diri yang sejati. Itulah mengapa, ada banyak julukan yang dikenakan kepada mereka yang mengikuti panggilan khusus ini
            Seperti halnya panggilan hidup membiara yang memiliki konsekwensi tersendiri, demikian pun juga dengan hidup sebagai seorang  awam. Hidup sebagai seorang awam jug adalah sebuah panggilan. Sebagai seorang awam, panggilan yang dijalani yakni penggilan untuk hidup berkeluarga. Kesuseksan seseorang membangun dan membina kehidupan kelarga merupakan tanda kecil tanda bahwa orang tersebut sukses menjalani panggilannya sebagai seorang bapa atau ibu keluarga. Meskipun sebagai awam kita tidak diwajibkan untuk hidup berkeluarga. Namun harus diingat, seseorang yang tidak berkeluarga “di luar sana”, apalagi pada zaman ini akan dipandang dengan penuh tanda tanya, kita mungkin akan dianggap aneh atau memiliki kelaianan, seperti penyakit, dll.

          

Tugas siswa adalah belajar

  Dengan demikian, menjadi jelas bahwa apapun pilihan dan  panggilan yang telah kita pilih, apapun profesi dan minat yang kita jalani dan tekuni saat ini, baik itu sebagai biarawan/ti ataupun sebagai seorang awam yang berkeluarga dan berprofesi entah sebagai guru, petani dan dokter, yakin saja bahwa setiap keputusan dan pilihan tersebut pasti mengandung konsekwensi dan resikonya tersendiri. Setiap panggilan juga memiliki tuntutan dan aturan “main” yang harus ditaati oleh setiap individu, sehingga kemudian tidak bisa dengan entengnnya karena bosan atau kesal dan jenuh dengan panggilan sebagai seorang awam, kita kemudian mengatakan “Saya sudah malas hidup seperti ini, mending saya jadi biarawan atau biarawati saja”. Seperti ungkapan “tidak semudah membalikkan telapak tangan”, kita tidak akan semudah itu berpindah dari profesi yang satu ke profesi yang lain, ataupun bila beralih profesi tidak berarti kita akan terbebas dari persoalan, sekali lagi, apapapun profesi atau pilihan yang kita jalani pasti akan ada konnsekwensinya. Bisa jadi konsekwensinya baik atu bisa juga buruk.
 Karena setiap pilihan memiliki resiko tersendiri maka penting dalam setiap pilihan dan profesi yang kita tekuni untuk senantiasa berpikir positif (Positive thinking) dan melihat panggilan tersebut sebagai sebuah persenbahan. Adakalanya pekerjaan atau tugas yang kita jalani menjadi sebuah beban yang terlampau memberatkan karena kita melihat tugas tersebut semata sebagai sebuah pekerjaan, namun jika kita melihat tugas tersebut sebagai sebuah pelayanan, maka apapun profesi dan panggilan yang kita jalani semuanya akan kita jalani dengan penuh suka cita. Hari-hari kita akan diwarnai dengan semangat dan gairah yang meluap-meluap karean ada nilai luhur yang kita perjuangkan yakni nilai pemberian diri melalui pelayanan, di sana tidak akan lagi penyeselan dan keluh kesah.

"Belajar adalah Hobyku..."

Hal lain yang juga perlu diusahakan adalah mengubah mindset. Ketika kita memilih dan menekuni sebuah profesi ataupun panggilan tertentu, maka kita perlu mengubah mindset kita. Jika perlu mindset ini harus sudah tertanam dalam hati dan pikiran sejak awal, dengan demikian pilih an dan dan profesi yang kita jalani akan senantiasa berada dalam pola pikir atau kerangka berpikir yang telah kita tetapkan. Jika berpikir bahwa pekerjaan atau profesi yang saya jalani ini sebagai sebuah panggilan untuk melayani mereka yang kekurangan dan sangat membutuhkan bantuan dan pertolongan, maka yakinlah bahwa panggilan dan pekerjaan yang tekuni tidak lagi berorientasi pada uang (money oriented). Ini penting karena saaat ini ada banyak orang yang bekerja demi upah semata, akibatnya mereka menjadi lupa pada makna luhur dari sebuah panggilan yakni melayani.
 Hokeng, September 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar