Selasa, 30 September 2014

KOCAK ABIS...



Diliatin IBU

Dalam rangka tugas kuliah, beberapa frater kemudian ditugaskan selama satu minggu untuk menjalani kegiatam live-in di sebuah Paroki perkotaan. Untuk itu, para frater tinggal di rumah-rumah umat.
Seorang frater kemudian mendapati dirinya tinggal di rumah sebuah keluarga kaya. Keluarga ini memiliki seorang putri kecil yang bernama Desy.
Suatu sore terjadilah percakapan anatara frater dengan Dea.
Fr            : Desy udah madi ya?
Desy       :Udah Ter... ehhhh Frater tau ngga, kalo abis mandi Desy diliatin ibu lo.., kalo belum bersih di suru mandi lagi, klo frater udah mandi ya?
Fr            : Belum
Desy        : Kalo begitu cepat sana mandi, nanti biar diliatin ibu
Fr            : ??????



MENGENAL TUHAN



MENGENAL TUHAN #1
Seorang imam mudah yang baru saja ditahbiskan mendapatkan tugas untuk menjadi misionaris di sebuah stasi yang jauh di sebuah desa. Dengan persiapan yang matang berangkatlah ia ke tempat misi. Hari-hari pertama dia berada di sana sangat menyenangkan karena segala sesuatu berlangsung baik. Semangat serta gairahnya yang meluap-luap sebagai imam muda membuat umat yang dilayaninya sangat terkesan.
Setelah enam bulan berada di sana, seorang umat kemudian mendekatinya dan bertanya kepadanya, “Apakah anda mengenal Tuhan?”
Sebagai seorang imam muda yang masih dipenuhi dengan semangat untuk mengaplikasikan apa yang selama ini didapatkannya dari bangku kuliah, imam ini kemudian memamulai penjelasannya dengan ceramah teologi tentang Allah.
Orang tadi mendengarkan dengan tenang, kemudian berujar, “Saya tidak ingin tahu tentang Tuhan, tetapi ingin tahu apakah anda mengenal Tuhan?” Kemudian orang ini menambahkan, “Jika tidak...., maka tidak ada yang dapat saya pelajari dari anda!!!!”
Sadar atau tidak, seringkali pemahaman dan konsep kita tentang Allah labih banyak dipengaruhi atau datang dari ajaran (dogma) ritus, rubrik, hukum, aturan dan masih banyak lagi yang lainnya. Akibat terlalu mengikat dan kaku, seringkali apa yang menjadi ajaran dari dogma atau ritus tersebut tidak jarang kita terima sebagai kebenaran yang paling utuh. Parahnya lagi, karena terlalu berpegang teguh pada dogma atau ritus tersebut, kita malah menjadi pribadi yang fanatik. Akibatnya, kita tidak hanya menjadi pribadi yang kaku dan tidak terbuka untuk berdialog, melainkan juga menjadi pribadi yang siap menghalalkan segala cara untuk mempertahankan apa yang kita yakini sebagai kebenaran. Tidak peduli siapa yang dikorbankan, yang penting keyakinanku tetap bisa bertahan. Sayangnya, fanatisme-fanatisme buta seperti ini justru terjadi di negara kita tercinta, negeri yang mengaku sebagai negara yang berketuhanan. Banyak aturan dan hukum yang diciptakan berlandaskan paham sebagai negara yang berketuhanan, meski dalam realitas hidup, banyak terjadi praktek anarkis dan fantisme buta yang justru meruska paham negara tersebut.
Pertanyaan sang penanya kedengarannya memang kasar dan bisa jadi juga sangat menjengkelkan, tetapi itu adalah sebuah alarm pengingat yang sangat penting bahwa kita dipanggil tidak hanya untuk tahu tentang TEOLOGI, dogma, ritus, hukum, rubrik dan lain sebagainya, tetapi lebih penting lagi dan justru menjadi dasar dari semua hukum dan dogma serta ritus yang selama ini kita pelajari, kemudian kita yakini dan imani yakni mengenal YANG SATU yang adalah sumber dari teologi.
Kita terkadang seperti imam muda tadi, karena terlalu banyak berpikir untuk mencari konsep yang utuh tentang sang Pencipta kita justru menjadi orang pertama yang tidak mengenal Tuhan. Kita lupa bahwa Tuhan yang kita imani pertama datang bukan dari konsep-konsep atau dogma-dogma melainkan datang dari pengalaman. Untuk itu penting bagi kita untuk bertanya pada diri kita sendiri, apakah saya benar-benar mengenal Tuhan yang saya imani, atau jangan-jangan, Tuhan yang selama ini saya imani merupakan tuhan yang saya pahami dari ritus atau dogama. Karena jika itu yang ternyata terjadi maka iman kita akan Tuhan sunggu sangat disayangkan.

MENGENAL TUHAN #2
             Ada seorang aktor yang dikenal karena bacaan-bacaan dan hafalannya. Dia selalu mengakhiri penampilannya dengan sebuah pendarasan dramatis Mazmur 23. Setiap malam, tanpa kecuali malam ini, sebagai seorang aktor dia mulai pendarasannya.
            “TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku......”
Orang-orang yang mendengarkan dengan penuh perhatian dan kemudian tertawa disertai gemuruh tepuk sebagai penghargaan aktor tersebut membuat Mazmur sungguh hidup.
            Suatu malam, ketika dia baru saja akam memulai kebiasaannya mendaraskan Mazmur, seorang pria muda dari tengah penoton mengacungkan tangan dan berbicara, “Pak, apakah boleh malam ini saya diperkenankan untuk mendaraskan Mazmur 23?”
            Sang aktor sangat terkejut atas pertanyaan yang tidak biasa. Meski demkian dia mengajak pria itu ke atas pentas untuk mendaraskan Mazmur; dengan penuh rasa ingin tahu bagaimana kemampuan orang  muda ini melawan talentanya sendiri.
            Dengan perlahan dan penuh penghayatan pria muda ini mulai mendaraskan kata-kata Mazmur, “TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku......”
            Ketika selesai, tak ada tepuk tangan, tak ada yang memberi penghormatan seperti malam-malam sebelumnya. Yang terdengar adalah suara isak tangis! Para audiens begitu tersentuh oleh pendarasan orang muda ini sehingga setiap mata berurai air mata.
            Kagum akan apa yang telah terjadi, Aktor ini kemudian bertanya, “Saya tidak mengerti, saya telah mendaraskan Mazmur 23 ini selama bertahun-tahun, sepenjang hidup saya berlatih dan berlatih, tetapi saya tidak pernah menggerakkan audiens seperti yang anda lakukan malam ini. Katakanlah kepadaku apa rahasiamu?”
            Anak muda ini dengan rendah hati kemudian menjawab, “Baik pak, anda tahu Mazmur....., tetapi aku tahu SANG GEMBALA.”
Kita mungkin bangga manyebut diri sebagai pengikut Kristus yang menghafal dan mengetahui banyak sekali doa, dan memang itu sesuatu yang patut dibanggakan, tetapi apakah kita sudah betul-betul mengenal SANG GEMBALA? atau jangan-jangan pengenalan kita semata-mata hanya melalui pelafalan doa dan dan memberi perhatian terhadap ritus-ritus? 
Pengenalan akan Tuhan sejatinya bukan hanya sekedar kelihatan atau nampak jelas melalui ritus dan pelafalan doa-doa atau dogma yang fasih, tetapi juga harus hidup dari pengalaman dan pengalaman itu seharusnya dihidupi oleh setiap insan yang megaku sebagai hamba Tuhan.

ONE THOUSAND FOOT




Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang....
Komunitas menetapkan hari Jumat sebagai hari berbahasa Inggris (English day). Pada hari itu setiap orang diwajibkan untuk mengunakan bahasa Inggris. Beberapa anggota komunitas yang kurang  fasih berbahasa Inggris sering menghindari pemimpin komunitas. Alasannya jelas, menghidari percakapan karena pengetahuan bahasa Inggris yang masih kurang.
Hari itu juga merupakan hari kerja komunitas. Oleh bidel kerja, kami semua termasuk pemimpin komunitas diminta membersikan halaman depan.
“Kebetulan sudah banyak dedaunan dan rumput liar yang tumbuh mengotori halaman, maka hari ini kita semua akan membersihkan halaman” demikian bidel kerja memberi pengumuman dalam bahasa Inggris pagi itu.
Selesai sarapan kami semua bergegas ke tempat kerja. Pada saat sedang membersihkan halaman, tiba-tiba seorang anggota komunitas berteriak histeris sambil berlari ketakutan.
Pemimpin komunitas yang mendengar teriakan tadi kaget dan bertanya dalam bahasa Inggris, “What’s up?”.
Anggota komunitas yang ditanya menjawab “One thousand foot Father....”
Karena belum mengerti, beliau mengulangi lagi pertanyaan, “What?”
“One thousand foot Father...” jawab anggota komunitas mengulangi jawabannya.
Karena belum mengerti, pemimpin komunitas akhirnya bertanya dalam bahasa Indonesia, “Ada apa, kenapa tadi kamu berteriak histeris?”
“Kaki seribu pater” jawab anggota komunitas yang masih ketakutan.
 Mendengar jawaban seperti itu, sontak saja kami semua tertawa. Rupanya teman kami ini menerjemahkan secara harafia kata “kaki seribu” menjadi “one thousand foot”.

Jumat, 19 September 2014

KUTAHU TUHAN PASTI BUKA JALAN




Wisma Sang Penebus diguyur abu Gunung Kelud
Memulai sesuatu yang baru acapkali membuat kita cemas, gelisah dan bahkan kita juga menjadi takut. Rasa cemas dan gelisah seringkali muncul dan menghampiri setiap kita karena takut gagal, takut nanti tidak berhasil, atau takut apa yang direncanakan tidak saja merugikan diri sendiri tetapi juga orang lain.  Itulah mengapa ketika hendak memulai sesuatu yang baru orang selalu memotivasi kita dengan kata-kata atau kalimat seperti ini:  “Jangan takut memulai sesuatu yang baru” atau “kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda”. Meskipun dimotivasi dengan berbagai bentuk kalimat motivasi yang indah, kalau orang sudah terlanjur dihinggapi rasa takut dan cemas yang ada adalah kegelisahan dan ketakutan tetap akan selalu mewarnai hidupnya.
Hal yang sama terjadi ketika memasuki babak baru dalam siklus kehidupan, baik itu sekolah yang baru, keluarga atau komunitas baru, lingkungan baru dan banyak hal dan situasi batu lain. Ada orang yang mengawali langkahnya dalam situas dan kondisi yang baru dengan kecemasan, kegelisahan dan ketakutan karena melirik pengalaman yang lebih banyak diwarnai dengan kegagalan dalam hidup. Orang menjadi serba cemas dan takut untuk melangkah dalam situasi dan kondisi yang serba baru karena takut pengalaman-pengalaman yang tidak mengenakkan yang pernah terjadi terulang kembali. Situasi dan kondisi yang serba asing seakan menjadi sebuah awal yang penuh dengan ketidakpastian.
 Ada juga orang yang mengawali langkahya dalam situasi dan kondisi yang baru dengan ayunan langkah optismisme dan semangat yang  tinggi, bisa jadi karena dalam pengalamannya ada banyak keberhasilan yang dicapai, ada banyak mimpi dan cita-cita-cita yang berhasil direalisasikan setiap kali masuk dan bergabung dalam situasi kondisi yang baru. Intinya, lingkungan yang serba baru adalah moment yang luar biasa karena bisa memberikan banyak kesuksesan dalam hidupnya. Orang seperti ini terkadang akan mengawali setiap langkahnya di tempat yang baru dengan sebuah keyakinan bahwa di tempat seperti ini kesusksesan yang telah diperoleh pada tahun yang lalu akan dipertahankan atau malah semakin lebih berkembang. Melirik penglaman di atas menarik untuk melihat dan memkanai kata “takut”itu sendiri.
Mendengar kata “takut”, kita seringkali akan segera mengertikan kata tersebut sebagai sebuah bentuk yang tidak menunjukkan kehebatan. Kata ini seringkali atau bisa dikatakan lebih banyak berkonotasi negatif. Orang yang takut adalah orang yang tidak berani mencoba sesuatu yang baru, saking takutnya, orang menjadi pribadi yang tidak  berkembang. Namun jika dicermati secara seksama disertai sedikit permenungan kita akan menemukan bahwa kata takut tidak selalu berkonotasi negatif. Kata takut bisa juga menjadi cambuk yang senantiasa menjadikan seseorang semakin waspada. Dengan takut, orang akan senantiasa berusaha untuk sekuat tenaga mengusahakan dan memperjuangkan apa yang dicta-citakannya agar berhasil. “Ketakutan” dalam artian ini akan membawa orang pada suatu sikap mawas diri dan kewaspadaan yang tinggi.
Beberapa hari yang lalu saya dikunjungi salah seorang teman SMA yang kini sedang kuiah di Bandung. Dalam pertemuan tersebut kami banyak sharing tentang perjuangan studi kami selama kuliah. Dia banyak bercerita tentang rencana studinya ke depan, terutama berkaitan dengan penggarapan skripsi. “Saya sudah berhasil mendapatkan seorang dosen pembimbing skripsi, dosen ini sedikit keras karena menuntut mahasiwa bekerja sesuai target” ujarnya kepada  saya mengenai calon dosen pembimbingnya. “Saya kira prinsip dosen ini cocok dengan saya yang suka menunda-nunda pekerjaan. Tuntutan yang dia berikan akan membuat saya takut dan kemudian menjadi terpacuh untuk mengerjakan skripisi” ujarnya menambahkan.
Kisah teman saya ini merupakan salah satu bukti yang memperlihatkan bahwa pengalaman cemas dan takut tidak selalu berkonotasi negatif. Cemas dan takut juga bisa berkonotasi positif karena bisa membawa orang pada sebuah kesadaran untuk senantiasa waspada, tergantung kita melihatnya dari sudut pandang mana. Takut yang berlebihan akan menjadikan kita pribadi yang statis, akibatnya kita tidak pernah berkembang bahkan terkadang kecemasan dan ketatakutan yang berlebihan akan membentuk seseorang menjadi pribadi yang munafik. Tidak ada rasa cemas dan takut juga tidak baik karena akan menjadikan kita pribadi yang serba acuh dan cuek serta enggan berjuang.
“Hidup adalah perjuangan” demikian bunyi pepatah yang mengajak oran untuk senatiasa berjuang. Sebagai insan yang lemah, takut dan cemas merupakan pengalaman manusiawi yang menunjukkan bahwa kita masih merupakan manusia yang memiliki banyak kekurangan yang harus terus diperbaiki sepanjang ziarah hidup kita di dunia ini. Di lain pihak, kecemasan dan ketakutan yang hadir dalam hidup menghantar kita untuk senanantiasa berharap pada Tuhan. Sebagai pengikut Kristus, kita juga harus senantiasa percaya bahwa apa dan bagaimanapun keberadaan kita Tuhan senantiasa memerperhatikan kita. Tuhan tidak akan selalu Hadir dalam setiap perjuanan hidupa kita. Pengalaman Natal yang baru saja kita renungkan yang  mana di situ Yesus mengambil rupa sebagai manusia menjadi bukti yang sahih bagaimana Allah senantiasa hadir bersama kita dalam setiap perjuangan kita di dunia ini.
Dengan demikian, sebagai pengikut Kristus, kecemasan dan ketakutan menghantar kita untuk senantiasa berharap pada Tuhan. Tidak ada lagi kata takut dan cemas bagi kita untuk melangkah di dalam situasi yang serba baru ini, yang ada adalah kata optisme untuk melangkah dengan kepastian karena kita tahu bahwa Tuhan yang kita imani tidak akan membiarkan kita berjalan sendiri. Seperti syair lagi berikut ini : “Kutahu Tuhan pasti buka jalan, kutahu Tuhan pasti buka jalan, asalku hidup suci tidak turut dunia, kuahu Tuhan pasti buka jalan,” kita harus yakin dan percaya  bahwa Tuhan tidak akan membiarkan kita berjalan sendirian, apapun persoalan dan kesulitan yang kita hadapi kita yakin bahwa di sana Tuhan akan senantiasa membuka jalan bagi untuk kita, Dia akan membantu kita mengatasi setiap persoalan hidup yang kita alami.
Linus Ngaba, CSsR
Hokeng, September 2014